Aku melangkah
meninggalkan kamar tidurku, mencari suara yang memanggilku sejak tadi. Aku
kenal betul suara itu. Suara itu mengingatkanku pada kejadian 7 tahun silam. Di
saat usiaku menginjak 12 tahun.
“Elma, awas….” Dia berteriak kepadaku.
Selang beberapa jam setelah teriakan itu, aku terbangun. Ku dapati
diriku tergolek di ranjang rumah sakit. Ku lihat sosok yang baru saja berteriak
kepadaku. Mengenggam tanganku erat, sesekali air matanya terjatuh, ada rasa iba
dimatanya melihat keadaanku. Aku berusaha tersenyum, meyakinkan bahwa aku baik-baik saja.
“Oma, apa yang terjadi?” Aku memberanikan diri bertanya, melawan rasa sakit di bagian pungunggku.
Namun Oma tak menghiraukannya.
1 minggu sudah aku dirawat di rumah sakit. Dokter bilang aku
belum bisa pulang. Aku harus benar-benar dapat perawatan intensif agar luka di
bagian punggungku segera pulih. Ketika ada Suster yang masuk memeriksa keadaanku, ku tanyakan
apa yang terjadi, sama saja Suster itu tidak menghiraukan pertanyaanku dan
berlalu meninggalkanku. Aku terus berusaha mengingat kejadiaan 1 minggu yang
lalu. Saat itu yang ku ingat aku sedang bersama dengan Mami. “Oh iya, di mana
Mami?” Bertanya bukan pada siapa-siapa. “Seharusnya Mami ada disini.” Pikirku
dalam hati.
Lamunananku terkejut ketika Oma masuk tanpa mengetuk pintu
terlebih dahulu.
“Kamu sudah merasa baikan?” Oma menanyakan keadaanku.
“Sudah Oma. Hanya saja luka di bagian punggungku masih
sedikit sakit.”
“Kamu tenang saja sayang, punggungmu akan segera pulih.”
“Oma, sebenarnya apa yang terjadi? Setiap kali aku bertanya,
Oma selalu saja tak menghiraukanku. Kenapa Oma?” Aku terus memaksa, sampai
akhirnya Oma angkat bicara.
“Maafkan Oma sayang, ini semua salah Oma. Tidak seharusnya
Oma membiarkan kamu bersama dengan perempuan itu. Karena Oma tau ini pasti akan
terjadi.
“Maksud Oma apa? Perempuan yang mana?” jelas terlihat dimuka
Oma kebencian terhadap perempuan yang dimaksudkannya itu. Tapi siapa perempuan
itu?
“Perempuan itu hanya bisa membuat kamu terluka. Karena
ambisinya yang terlalu besar. Demi kebahagiaan yang ingin selalu diraihnya.
Tanpa melihat apa yang akan terjadi kedepannya nanti. Dia selalu bilang semua
akan baik-baik saja, tidak akan ada yang terluka. Tapi apa, hari ini putrinya
tergolek dirumah sakit akibat ulahnya sendiri.” Oma memalingkan wajahnya dari pandanganku.
Tampaknya Oma menangis.
“Maksud Oma Mami?”
“Jangan panggil dia Mami. Dia itu bukan ibu kamu. Ibu yang
melahirkan kamu sudah mati.”
“Tapi Oma…”
Aku tau hubungan Mami dan Oma tak seharmonis dulu. Setelah
Mami memutuskan meninggalkan statusnya sebagai seorang istri, dan
meninggalkanku sendiri. Dan kembali di saat aku berusia 10 tahun, dan kini Mami
pergi lagi. “Di mana Mami sekarang?” Air mataku terjatuh.
Lamunanku di kejutkan pas bunga yang jatuh tepat di sampingku.
Sontak saja aku kaget. Mami dan Oma menoleh ke arahku. Raut sedih, kecewa, tergambar jelas di wajahku. Aku tidak
menyangka apa yang terjadi sekitar 7 tahun silam, banar-benar nyata . Ternyata
pada hari itu bukan hanya aku saja yang terluka. Iko sahabat kecilku, tempatku
berbagi suka- duka, tempatku bersandar ketika air mataku mulai goyah, merasakan
beban yang seharusnya aku saja
menanggungnya. Air mataku terjatuh dipelukan Oma.
Sejak hari itu aku lebih sering menghabiskan waktu sendiri.
Keadaanku mulai berubah, aku tak lagi peduli dengan apa yang terjadi di luar
sana. Yang ada di pikiranku hanya Iko. “Aku merindukan Iko.” Kondisiku ku pun
mulai memburuk, penyakitku yang dulu kembali lagi, mengharuskanku di rawat di
rumah sakit. Tidak sengaja aku mendengar pembicaraan Dokter dengan Oma tentang
keadaanku. Ada Mami juga Ocha disana. Ocha sasu-satunya adik kecilku, yang
paling cantik, paling imut, paling mengerti perasaanku, terpaksa pulang dari Eropa
hanya untuk melihat keadaanku.
“Trauma mental?” Ocha kaget bukan main.“
“Dokter sedang tidak bercandakan?” Ocha bertanya serius.
“Tidak. Apa yang saya katakan ini benar. Untuk itu saya harap
kalian bisa mengerti keadaan Elma sekarang. Kita harus bisa mengendalikan
perasaannya.” Dokter berlalu begitu saja.
“Aku tidak masalah untuk itu. Hanya saja…” Ocha terdiam,
semua memandang kearah Ocha.
“Aku tidak menyangka , karena Iko kak Elma harus menderita
seperti ini.” Ocha langsung memeluk Mami yang diam saja sejak tadi.
Kamis, 17 April 2013
Pukul, 14:00 WIB
Oma memandang serius wajah Mami yang ketakutan. Dokter bilang kondisiku
memburuk, dan bisa saja tidak terselamatkan.
“Kamu lihat sekarang anak kamu menderita akibat ulah kamu
sendiri. Kalau saja hari itu kamu tidak meninggalkan dia ini pasti tidak akan
terjadi. Bisa kamu kembalikan dia seperti dulu? Senyum manisnya yang dulu
hilang ketika kamu kembali. Kamu membuat dia kehilanganm orang-orang yang
disayanginya. Itu karena keegoisanmu. Kamu bilang tidak akan ada yang terluka,
semua akan baik-baik saja. Mana bukti omongan kamu itu ? kalau terjadi sesuatu
dengan Elma, saya tidak akan pernah memaafkan kamu.”
Yang aku tau Mami meninggalkanku
untuk belajar ilmu masa depan. Mami melakukan semua itu, karena mami tidak ingin
anak-anaknya menderita seperti apa yang telah terjadi kepadanya. Karena sejak
kecil mami hidup tanpa pernah merasakan kebahagiaan. Orang tuanya meninggal
dunia ketika dia lahir ke dunia ini. Dia tinggal bersama neneknya yang tidak
pernah menginginkan dia. Dia selalu di siksa, dia selalu di benci, di anggap
tidak pernah ada. Mami selalu mederita. Saat aku masuk rumah sakit 7 tahun silam,
Mami sudah mengetahui kalau aku akan kecelakaan, tapi Mami tidak bisa memberhentikannya,
Mami tidak bisa memegang omongannya, maka sejak itu Oma tidak bisa memaafkan Mami.
Yang lebih menyakitkannya lagi Iko datang untuk menyelamatkanku, tapi apa yang
terjadi Iko pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya.
Aku kehilangan orang-orang yang menyayangiku. Kehilangan ayah
saat aku berusia 7 tahun. Dan sekarang aku kehilangan Iko.
“Haruskah aku ikut dengan mereka?”
Semua menangisi kepergianku.
Trauma mental adalah penyakit mental yang dipicu stres parah atau gangguan stres pasca trauma, adalah kondisi yang muncul setelah seseorang mengalami peristiwa traumatik yang mengancam keselamatannya atau membuatnya merasa tak berdaya.
Gejala Trauma mental bisa berkembang dalam hitungan jam atau
hari setelah peristiwa traumatik itu terjadi atau kadang-kadang dapat muncul
setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun.
Hal yang memicu Trauma mental:
Hal yang memicu Trauma mental:
- Bencana alam
- Kecelakaan mobil atau pesawat
- Serangan teroris
- Kematian mendadak dari orang yang dicintai
- Perkosaan
- Penculikan
- Serangan
- Pelecehan seksual atau fisik
- Masa kecil yang tidak bahagia
Stres bisa
berdampak pada kesehatan mental seseorang. Jika tidak ditangani dengan baik, maka
bisa berakibat fatal pada penderitanya.
Nama : Fitria Pohan
No Hp : 0812 6970 0166
0 komentar:
Posting Komentar