Sabtu, 09 Mei 2015

Aku  melangkah meninggalkan kamar tidurku, mencari suara yang memanggilku sejak tadi. Aku kenal betul suara itu. Suara itu mengingatkanku pada kejadian 7 tahun silam. Di saat usiaku menginjak 12 tahun.
“Elma, awas….” Dia berteriak kepadaku.
Selang beberapa jam setelah teriakan itu, aku terbangun. Ku dapati diriku tergolek di ranjang rumah sakit. Ku lihat sosok yang baru saja berteriak kepadaku. Mengenggam tanganku erat, sesekali air matanya terjatuh, ada rasa iba dimatanya melihat keadaanku. Aku berusaha tersenyum,  meyakinkan bahwa aku baik-baik saja.
“Oma, apa yang terjadi?” Aku memberanikan diri bertanya,  melawan rasa sakit di bagian pungunggku. Namun Oma tak menghiraukannya.
1 minggu sudah aku dirawat di rumah sakit. Dokter bilang aku belum bisa pulang. Aku harus benar-benar dapat perawatan intensif agar luka di bagian punggungku segera pulih. Ketika ada Suster  yang masuk memeriksa keadaanku, ku tanyakan apa yang terjadi, sama saja Suster itu tidak menghiraukan pertanyaanku dan berlalu meninggalkanku. Aku terus berusaha mengingat kejadiaan 1 minggu yang lalu. Saat itu yang ku ingat aku sedang bersama dengan Mami. “Oh iya, di mana Mami?” Bertanya bukan pada siapa-siapa. “Seharusnya Mami ada disini.” Pikirku dalam hati.
Lamunananku terkejut ketika Oma masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
“Kamu sudah merasa baikan?” Oma menanyakan keadaanku.
“Sudah Oma. Hanya saja luka di bagian punggungku masih sedikit sakit.”
“Kamu tenang saja sayang, punggungmu akan segera pulih.”
“Oma, sebenarnya apa yang terjadi? Setiap kali aku bertanya, Oma selalu saja tak menghiraukanku. Kenapa Oma?” Aku terus memaksa, sampai akhirnya  Oma angkat bicara.
“Maafkan Oma sayang, ini semua salah Oma. Tidak seharusnya Oma membiarkan kamu bersama dengan perempuan itu. Karena Oma tau ini pasti akan terjadi.
“Maksud Oma apa? Perempuan yang mana?” jelas terlihat dimuka Oma kebencian terhadap perempuan yang dimaksudkannya itu. Tapi siapa perempuan itu?
“Perempuan itu hanya bisa membuat kamu terluka. Karena ambisinya yang terlalu besar. Demi kebahagiaan yang ingin selalu diraihnya. Tanpa melihat apa yang akan terjadi kedepannya nanti. Dia selalu bilang semua akan baik-baik saja, tidak akan ada yang terluka. Tapi apa, hari ini putrinya tergolek dirumah sakit akibat ulahnya sendiri.” Oma memalingkan wajahnya dari pandanganku. Tampaknya Oma menangis.
“Maksud Oma Mami?”
“Jangan panggil dia Mami. Dia itu bukan ibu kamu. Ibu yang melahirkan kamu sudah mati.”
“Tapi Oma…”
Aku tau hubungan Mami dan Oma tak seharmonis dulu. Setelah Mami memutuskan meninggalkan statusnya sebagai seorang istri, dan meninggalkanku sendiri. Dan kembali di saat aku berusia 10 tahun, dan kini Mami pergi lagi. “Di mana Mami sekarang?” Air mataku terjatuh.
Lamunanku di kejutkan pas bunga yang jatuh tepat di sampingku. Sontak saja aku kaget. Mami dan Oma menoleh ke arahku. Raut sedih, kecewa,  tergambar jelas di wajahku. Aku tidak menyangka apa yang terjadi sekitar 7 tahun silam, banar-benar nyata . Ternyata pada hari itu bukan hanya aku saja yang terluka. Iko sahabat kecilku, tempatku berbagi suka- duka, tempatku bersandar ketika air mataku mulai goyah, merasakan beban yang seharusnya aku saja  menanggungnya. Air mataku terjatuh dipelukan Oma.
Sejak hari itu aku lebih sering menghabiskan waktu sendiri. Keadaanku mulai berubah, aku tak lagi peduli dengan apa yang terjadi di luar sana. Yang ada di pikiranku hanya Iko. “Aku merindukan Iko.” Kondisiku ku pun mulai memburuk, penyakitku yang dulu kembali lagi, mengharuskanku di rawat di rumah sakit. Tidak sengaja aku mendengar pembicaraan Dokter dengan Oma tentang keadaanku. Ada Mami juga Ocha disana. Ocha sasu-satunya adik kecilku, yang paling cantik, paling imut, paling mengerti perasaanku, terpaksa pulang dari Eropa hanya untuk melihat keadaanku.
“Trauma mental?” Ocha kaget bukan main.“
“Dokter sedang tidak bercandakan?” Ocha bertanya serius.
“Tidak. Apa yang saya katakan ini benar. Untuk itu saya harap kalian bisa mengerti keadaan Elma sekarang. Kita harus bisa mengendalikan perasaannya.” Dokter berlalu begitu saja.
“Aku tidak masalah untuk itu. Hanya saja…” Ocha terdiam, semua memandang kearah Ocha.
“Aku tidak menyangka , karena Iko kak Elma harus menderita seperti ini.” Ocha langsung memeluk Mami  yang diam saja sejak tadi.

Kamis, 17 April 2013
Pukul, 14:00 WIB
Oma memandang serius wajah Mami  yang ketakutan. Dokter bilang kondisiku memburuk, dan bisa saja tidak terselamatkan.
“Kamu lihat sekarang anak kamu menderita akibat ulah kamu sendiri. Kalau saja hari itu kamu tidak meninggalkan dia ini pasti tidak akan terjadi. Bisa kamu kembalikan dia seperti dulu? Senyum manisnya yang dulu hilang ketika kamu kembali. Kamu membuat dia kehilanganm orang-orang yang disayanginya. Itu karena keegoisanmu. Kamu bilang tidak akan ada yang terluka, semua akan baik-baik saja. Mana bukti omongan kamu itu ? kalau terjadi sesuatu dengan Elma, saya tidak akan pernah memaafkan kamu.”
Yang aku tau Mami  meninggalkanku untuk belajar ilmu masa depan. Mami  melakukan semua itu, karena mami tidak ingin anak-anaknya menderita seperti apa yang telah terjadi kepadanya. Karena sejak kecil mami hidup tanpa pernah merasakan kebahagiaan. Orang tuanya meninggal dunia ketika dia lahir ke dunia ini. Dia tinggal bersama neneknya yang tidak pernah menginginkan dia. Dia selalu di siksa, dia selalu di benci, di anggap tidak pernah ada. Mami selalu mederita. Saat aku masuk rumah sakit 7 tahun silam, Mami sudah mengetahui kalau aku akan kecelakaan, tapi Mami tidak bisa memberhentikannya, Mami tidak bisa memegang omongannya, maka sejak itu Oma tidak bisa memaafkan Mami. Yang lebih menyakitkannya lagi Iko datang untuk menyelamatkanku, tapi apa yang terjadi Iko pergi meninggalkanku untuk  selama-lamanya.
Aku kehilangan orang-orang yang menyayangiku. Kehilangan ayah saat aku berusia 7 tahun. Dan sekarang aku kehilangan Iko.
“Haruskah aku ikut dengan mereka?”
Semua menangisi kepergianku.





SEKILAS TENTANG TRAUMA MENTAL.
Trauma mental adalah penyakit mental yang dipicu stres parah atau gangguan stres pasca trauma, adalah kondisi yang muncul setelah seseorang mengalami peristiwa traumatik yang mengancam keselamatannya atau membuatnya merasa tak berdaya.


Gejala Trauma mental bisa berkembang dalam hitungan jam atau hari setelah peristiwa traumatik itu terjadi atau kadang-kadang dapat muncul setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun.

Hal yang memicu Trauma mental:
  • Bencana alam
  • Kecelakaan mobil atau pesawat
  • Serangan teroris
  • Kematian mendadak dari orang yang dicintai
  • Perkosaan
  • Penculikan
  • Serangan
  • Pelecehan seksual atau fisik
  • Masa kecil yang tidak bahagia
Stres bisa berdampak pada kesehatan mental seseorang. Jika tidak ditangani dengan baik, maka bisa berakibat fatal pada penderitanya.


Nama  : Fitria Pohan

No Hp : 0812 6970 0166

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Categories

Diberdayakan oleh Blogger.

Kirim Cerita