Sabtu, 09 Mei 2015

Aku  melangkah meninggalkan kamar tidurku, mencari suara yang memanggilku sejak tadi. Aku kenal betul suara itu. Suara itu mengingatkanku pada kejadian 7 tahun silam. Di saat usiaku menginjak 12 tahun.
“Elma, awas….” Dia berteriak kepadaku.
Selang beberapa jam setelah teriakan itu, aku terbangun. Ku dapati diriku tergolek di ranjang rumah sakit. Ku lihat sosok yang baru saja berteriak kepadaku. Mengenggam tanganku erat, sesekali air matanya terjatuh, ada rasa iba dimatanya melihat keadaanku. Aku berusaha tersenyum,  meyakinkan bahwa aku baik-baik saja.
“Oma, apa yang terjadi?” Aku memberanikan diri bertanya,  melawan rasa sakit di bagian pungunggku. Namun Oma tak menghiraukannya.
1 minggu sudah aku dirawat di rumah sakit. Dokter bilang aku belum bisa pulang. Aku harus benar-benar dapat perawatan intensif agar luka di bagian punggungku segera pulih. Ketika ada Suster  yang masuk memeriksa keadaanku, ku tanyakan apa yang terjadi, sama saja Suster itu tidak menghiraukan pertanyaanku dan berlalu meninggalkanku. Aku terus berusaha mengingat kejadiaan 1 minggu yang lalu. Saat itu yang ku ingat aku sedang bersama dengan Mami. “Oh iya, di mana Mami?” Bertanya bukan pada siapa-siapa. “Seharusnya Mami ada disini.” Pikirku dalam hati.
Lamunananku terkejut ketika Oma masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
“Kamu sudah merasa baikan?” Oma menanyakan keadaanku.
“Sudah Oma. Hanya saja luka di bagian punggungku masih sedikit sakit.”
“Kamu tenang saja sayang, punggungmu akan segera pulih.”
“Oma, sebenarnya apa yang terjadi? Setiap kali aku bertanya, Oma selalu saja tak menghiraukanku. Kenapa Oma?” Aku terus memaksa, sampai akhirnya  Oma angkat bicara.
“Maafkan Oma sayang, ini semua salah Oma. Tidak seharusnya Oma membiarkan kamu bersama dengan perempuan itu. Karena Oma tau ini pasti akan terjadi.
“Maksud Oma apa? Perempuan yang mana?” jelas terlihat dimuka Oma kebencian terhadap perempuan yang dimaksudkannya itu. Tapi siapa perempuan itu?
“Perempuan itu hanya bisa membuat kamu terluka. Karena ambisinya yang terlalu besar. Demi kebahagiaan yang ingin selalu diraihnya. Tanpa melihat apa yang akan terjadi kedepannya nanti. Dia selalu bilang semua akan baik-baik saja, tidak akan ada yang terluka. Tapi apa, hari ini putrinya tergolek dirumah sakit akibat ulahnya sendiri.” Oma memalingkan wajahnya dari pandanganku. Tampaknya Oma menangis.
“Maksud Oma Mami?”
“Jangan panggil dia Mami. Dia itu bukan ibu kamu. Ibu yang melahirkan kamu sudah mati.”
“Tapi Oma…”
Aku tau hubungan Mami dan Oma tak seharmonis dulu. Setelah Mami memutuskan meninggalkan statusnya sebagai seorang istri, dan meninggalkanku sendiri. Dan kembali di saat aku berusia 10 tahun, dan kini Mami pergi lagi. “Di mana Mami sekarang?” Air mataku terjatuh.
Lamunanku di kejutkan pas bunga yang jatuh tepat di sampingku. Sontak saja aku kaget. Mami dan Oma menoleh ke arahku. Raut sedih, kecewa,  tergambar jelas di wajahku. Aku tidak menyangka apa yang terjadi sekitar 7 tahun silam, banar-benar nyata . Ternyata pada hari itu bukan hanya aku saja yang terluka. Iko sahabat kecilku, tempatku berbagi suka- duka, tempatku bersandar ketika air mataku mulai goyah, merasakan beban yang seharusnya aku saja  menanggungnya. Air mataku terjatuh dipelukan Oma.
Sejak hari itu aku lebih sering menghabiskan waktu sendiri. Keadaanku mulai berubah, aku tak lagi peduli dengan apa yang terjadi di luar sana. Yang ada di pikiranku hanya Iko. “Aku merindukan Iko.” Kondisiku ku pun mulai memburuk, penyakitku yang dulu kembali lagi, mengharuskanku di rawat di rumah sakit. Tidak sengaja aku mendengar pembicaraan Dokter dengan Oma tentang keadaanku. Ada Mami juga Ocha disana. Ocha sasu-satunya adik kecilku, yang paling cantik, paling imut, paling mengerti perasaanku, terpaksa pulang dari Eropa hanya untuk melihat keadaanku.
“Trauma mental?” Ocha kaget bukan main.“
“Dokter sedang tidak bercandakan?” Ocha bertanya serius.
“Tidak. Apa yang saya katakan ini benar. Untuk itu saya harap kalian bisa mengerti keadaan Elma sekarang. Kita harus bisa mengendalikan perasaannya.” Dokter berlalu begitu saja.
“Aku tidak masalah untuk itu. Hanya saja…” Ocha terdiam, semua memandang kearah Ocha.
“Aku tidak menyangka , karena Iko kak Elma harus menderita seperti ini.” Ocha langsung memeluk Mami  yang diam saja sejak tadi.

Kamis, 17 April 2013
Pukul, 14:00 WIB
Oma memandang serius wajah Mami  yang ketakutan. Dokter bilang kondisiku memburuk, dan bisa saja tidak terselamatkan.
“Kamu lihat sekarang anak kamu menderita akibat ulah kamu sendiri. Kalau saja hari itu kamu tidak meninggalkan dia ini pasti tidak akan terjadi. Bisa kamu kembalikan dia seperti dulu? Senyum manisnya yang dulu hilang ketika kamu kembali. Kamu membuat dia kehilanganm orang-orang yang disayanginya. Itu karena keegoisanmu. Kamu bilang tidak akan ada yang terluka, semua akan baik-baik saja. Mana bukti omongan kamu itu ? kalau terjadi sesuatu dengan Elma, saya tidak akan pernah memaafkan kamu.”
Yang aku tau Mami  meninggalkanku untuk belajar ilmu masa depan. Mami  melakukan semua itu, karena mami tidak ingin anak-anaknya menderita seperti apa yang telah terjadi kepadanya. Karena sejak kecil mami hidup tanpa pernah merasakan kebahagiaan. Orang tuanya meninggal dunia ketika dia lahir ke dunia ini. Dia tinggal bersama neneknya yang tidak pernah menginginkan dia. Dia selalu di siksa, dia selalu di benci, di anggap tidak pernah ada. Mami selalu mederita. Saat aku masuk rumah sakit 7 tahun silam, Mami sudah mengetahui kalau aku akan kecelakaan, tapi Mami tidak bisa memberhentikannya, Mami tidak bisa memegang omongannya, maka sejak itu Oma tidak bisa memaafkan Mami. Yang lebih menyakitkannya lagi Iko datang untuk menyelamatkanku, tapi apa yang terjadi Iko pergi meninggalkanku untuk  selama-lamanya.
Aku kehilangan orang-orang yang menyayangiku. Kehilangan ayah saat aku berusia 7 tahun. Dan sekarang aku kehilangan Iko.
“Haruskah aku ikut dengan mereka?”
Semua menangisi kepergianku.





SEKILAS TENTANG TRAUMA MENTAL.
Trauma mental adalah penyakit mental yang dipicu stres parah atau gangguan stres pasca trauma, adalah kondisi yang muncul setelah seseorang mengalami peristiwa traumatik yang mengancam keselamatannya atau membuatnya merasa tak berdaya.


Gejala Trauma mental bisa berkembang dalam hitungan jam atau hari setelah peristiwa traumatik itu terjadi atau kadang-kadang dapat muncul setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun.

Hal yang memicu Trauma mental:
  • Bencana alam
  • Kecelakaan mobil atau pesawat
  • Serangan teroris
  • Kematian mendadak dari orang yang dicintai
  • Perkosaan
  • Penculikan
  • Serangan
  • Pelecehan seksual atau fisik
  • Masa kecil yang tidak bahagia
Stres bisa berdampak pada kesehatan mental seseorang. Jika tidak ditangani dengan baik, maka bisa berakibat fatal pada penderitanya.


Nama  : Fitria Pohan

No Hp : 0812 6970 0166
Kawan…
Pemburu berita,
Berjalan mencari informasi kesana-kemari
Untuk menyajikan berita-berita
Yang akurat, objektif dan terpercaya

Kawan…
Engkau terkadang
Tertindas oleh kebohongan mereka
Tertipu akan aksi-aksi mereka
Tapi… engkau masih menyajikannya dengan baik

Berlari, engkau berlari, terus berlari
Walau dengan langkah-langkah terpengkal-pengkal, lelah, letih
Hanya untuk memecahkan perkara
Dan menyajikanya dengan bait-bait cerita
Hingga menarik perhatian orang yang membacanya

Pemburu berita…
Hari-harimu bekerja, mengulas, mengatur
Dan menyajikannya berminggu-minggu hanya untuk penayangan sehari

Dengan kaki pekerja kerasmulah
Tangan lembutmu
Engkau torehkan untuk menyampaikan

Getar-getir hausnya para pembaca berita
Kisah unik dan lucu kadang menyedihkan .kalau ingat aku senyum-senyum sendiri .saat itu hari minggu.Dari kecil aku di manja dan di sayang orang tua.sehingga aku pun di sekolahi orang tua .sejak aku bersekolah di SD aku merasa bahagia karna ibu selalu menjemputku ,tetapi tempat tinggal kami tak tentu arah karana belum ada tempat tinggal.
Pas kami menaikkan ke kelas 5 SD disekolah aku selalu bercanda dengan teman, hari- hari ku tak luput dengan senyuman jam pun menunjukkan waktu jam pulang bertepatan jam 12 siang kami pun pulng ke rumah .sesampai di rumah aku pun menetuk pintu rumah ternyata ibu tidak ada di rumah yang ku lihat hanya ku lihat hanya kain bertantakan dan tempat tidur sangat kusut aku heran dengan melihat ini setiap aku pulang selalu seperti ini.
siang pun berganti malam aku hanya sanggup memasak nasi sedang itu ibu mengandung anak ke dua nya melihat keadaan ibu yang seperti itu aku kasihan aku tak tau  bagaimana cara membantunya .aku pun beranjak melangkahkan kaki dari rumah untuk pergi mengaji ,aku pun memberi salam pada ibu .sesampai di tempat mengaji aku bertemu dengan teman sejawatku namanya irma’hai rin pa kabar? Hmmm baik ir’ setelah itu kamipun bercanda tawa sambil ngobrol tak terasa sekian lama .kami pun pulang karna pukul jam 8 di tengah jalan ada seorang laki-laki mengikuti ku di belakang ku aku takut aku mencoba untuk lebih cepat berjalan  terdengar suara memanggil namaku “heii rin sombong bangat sih”,aduuuh ‘ ku pikir orang jahat ,masa aku orang jahat sahut rizki dengan nada heran “ aku tersenyum sambil sambi malu  ada apa?aku mau minjam buku mu boleh gak? Hmmmm boleh riz sahut ku sambil tersenyum. 
Setelah panjang lebar ngobrol hati ku sangat senng karna berdua dengannya .aku pun memberikan buku yang diinginkannya setelah dia pergi aku mendengar ayah dan ibu bertengkar aku takut mendengarnya aku pun berlari ke rumah tetangga .dan duduk disana ,bertepatan tetangga ku  itu nenek-nenek ,dia pn bertanya ayah mu marah lagi iya nek ,sahutku hmmm ,ya udah kamu sini aja tak lama kemudian aku pun pergi ke rumah aku aku melihat ibu sedang menangis di tempat tidur aku pun pergi menghampiri ibu tak kuat rasanya ku melihat air mata ibu berjatuhaan .
Dipikan ku semua masalah menumpuk ada rasa benci padanya dan ada juga rasa kasihan pada ibu .setiap hari sebelum aku pergi sekolah mereka selalau bertengkar hatiku merasa selalu ketakutan kadang aku cepat- cepat kesekolah biar aku tak mendengar mereka.
di sekolah aku selalu termenung memikirkan kejadian di rumah ,pas jam istirahat sahabat ku datang menghampiri ku sewaktu ku duduk di bawah pohon ,heii napain kamu disini termenung ntar kesambat setan ni pohon baru tau rasa heheh’ mmm aku lebih senang aja disini sahutku “ aku terpaksa menyembunyikan kesedihan ku di depan sahabat ku .
Walaupun ku tau dia akan marah lakau aku tidak membertahukakan padanya .
Lonceng tanda masuk pun berbunyi kami masuk dan belajar ,saat itu pikiranku tak konsen saat belajar .tak terasa perut pun mulai lapar jam pulang pun berbunyi .
Pas waktu keluar ku di hampiri teman laki-laki ku yang meminjam buku ku kami tadak satu kelas tetapi ada perasaan beda di hat ku .setelh sampai aku melihat ayah dan ibu ngobrol sambil tertawa.saat itu aku senang.aku mencium tangan ayah dan ibu su langsung tersenyum aku pun langsung ke dapur untuk makan .
Hari demi hari aku pun berlanjut ke tingkat SMP rumah kami pun pindah ke kampung lain rasa ketakutan tak pernah hilang dari dada ku dan ada juga rasa trauma.waktu malam hari ibu dan ayah bertengkar karena masalah yang kecil,karna ribut aku terbangun dan langsung keluar rumah aku berlari dan terus berlari aku tak memikirkan keselamatan yang ada hanya ketakutan dan sambil menangais aku pergi ke rumah nenek dan langsung menangis tersedu-sedu pada akhirnya tertidur sendiri ,sekilas ku dengar suara ibu datang ke rumah nenek dan ayah sambil marah-marah pagi harinya aku si suruh nenek pulang untuk sekolah dengan mata yang cukup bengkak .
aku pergi menukar baju dan langsung ke sekalah tanpa pamit.sesampai
Disekolah aku tetap tersenyum walaupun sebenarnya ada luka  dihati .setelah tamat dari SMP aku pun mendaftar ke SMK disana banyak bidang keahlian dan teman-teman yang baik ,keadaan rumah kupun mulai membaik.
Ayah pun agak mulai berubah .aku bangga dengan ayah dia seorang ayah yang mau bekerja keras menyekolahkan anaknya walaupun terkadang menyakiti hati dan bertanggung jawap tetapi kejam kalau di ingat sisi kejamnya.
Dan sebagai anak harus menghormati orang .tiba saatnya ujian akhir sekolah orang yang paliang peduli adalah ibu ku .dan yang sibuk kesana kemari adalah ayah ,pas penerimaan amplop lulus/tidaknya .tak di sangka ayah dan ibu bertengkar lagi kadang aku.
Sering menangis sendiri pengen rasa hati ku mereka selalu akur selamanya,dengan berkat tuhan dan doa ku aku akhirnya lulus ayah ku merasa senang sekali mendengarnya.
Sampai di rumah bersama ayah ,ayah menuruhku utuk kuliah aku ragu mending aku bantu mereka dari pada mereka susah .ibu pun tidak mendukung aku untuk kuliah .
Ayah marah pada ibu mendengar ucapan ibu ,pada akhirnya demi keinganan ku tuk kuliah dan dukungan dari ayah aku pengen ke padang tuk kuliah akhirnya ayah mengizinkan ku tuk kesana .
Bersamanya .aku pun tes kesana setelah itu ku pun pulang dan menuggu hasil,sebenarnya ayah sayang sama ku dan iu besrta adik-adik ku ayah pun menjual tanahnya tuk ku ,sebelum keluar hasil tes dari padang aku di suruhayah buat tes kesidempuan.
Akupun pergi mendaftar ke sidempuan disana ada kakak ku sesampai di sidempuan aku pun mendaftar pada akhirnya aku lulus murni.setelah sampai di rumah aku pun pergi ke warnet untuk mengetahui hasil tes dari padang setelah kulihat ternya tidak lulus hati ku kecewa mau nya di padang tapi tak lulus,tapi sudah takdir yang maha kuasa memintak ku tuk kuliah di sidempuan.
Aku diantar oleh ayah ke sidempuan aku senang dengan teman baru dan orang-orang yang baru ,belum samapai sebulan aku merasa kesedihan yang mendalam karena pisah dari orang tua tapi tak ku ingkari itulah gunanaya hidup setiap manusia pasti berpisah ,1 tahun lebih aku berada di sidempuan rasanya aku ingin pulang karena ibunda tercinta sering sakit hati ku sangat pilu.
Saat menelfon dengan ku dia sring mengeluh tentang tentang dirinya teringat pengorbanan yang dia berikan memang jarak jauh tapi walaupun dia sedang sakit apa yang ku minta selalau dia berikan walaupun dia sakit,hujan,dan panasa yang menerpa dia lalaui .
Melihat kepedihan hati yang di deritanya dia selalu bilang tidak ada dan seraya berkata aku sayang sama mu dan akan selalu memenuhi kebutuhan mu mendengar ucapan nya tak sengaja air mata kupun berlinang di pipi ,aku selalau menyembunyikan kepedihan hati ku dan akan mencoba membuat bangga orang tua ku .
Walaupun aku banyak masalah dan serba kekurangan di rantau orangaku selalu ,tersenyum walaupaun hati terluka memang benar orang bilang hidup ini penuh cobaan dan misteri .siapa sangka oranga tak kan tau aku ini orang yang selalu terluka tetapi di luara aku selalu mencuba tersenyum tanpa masalah  dan untuk menutupi kesedahan ku aku selalau tersenyum.

NAMA           :RINDA RIA
NPM              :1301010005
JURUSAN     :BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
TULISAN      :CERPEN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TAPANULI SELATAN

Senin, 20 Oktober 2014

Rara, seorang gadis yang cantik, sopan, pandai, suka beribadah, baik hati dan mudah putus asa. Dia hidup di lingkungan keluarga yang kekurangan, Rara hidup di lingkungan rumah yang semua penduduknya pemulung. Rara seorang siswi yang mendududki bangku smp Harapan Kita kelas ix.
Di sekolah, Rara terkenal dengan kepandaiannya dan disebut sebagai kutu buku oleh temen temannya. Tetapi tidak sedikit yang begitu salut dan mengaguminya. Karena dia tidak penah menyianyiakan waktu luangnya. Kerap kali dia mendapat ocehan dari temannya, tetapi dia tidak pernah marah bahkan dia selalu tersenyum saat diejek oleh temannya, jika Rara merasa sakit hati pun dia hanya terdiam.
Setelah pulang sekolah, Rara tidak hanya berdiam diri, dia membantu orangtuanya walaupun harus menjadi pemulung sekalipun. Dan setiap kali ia mendapatkan uang hasil kerja kerasnya dia selalu menyisihkan uangnya untuk ditabung tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya. Dia pun tidak pernah mengeluh dengan kehidupan yang dia jalani. Dia selalu bersyukur atas nikmat dan karunia Allah SWT. Dia bekerja keras untuk mencapai cita-cita yang dia inginkan. Dan dia yakin suatu saat nanti dia akan merajut asa walau harus berjalan di atas duri.
Dalam buku yang sering dia baca ada sekelumit pepatah yang selalu menguatkan Rara untuk terus bersemangat salah satu pepatahnya “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian” yang artinya bersakit-sakit dahulu, bersenang senang kemudian. Meski banyak teman-teman Rara yang hidupnya berkecukupan. Dia tidak pernah iri dengan kehidupan teman-temannya. Untuk apa aku aku hidup berkecukupan kalau aku tidak pernah bersyukur atas nikmat nikmat Allah, untuk apa aku hidup berkecukupan kalau tidak ada kasih sayang dari orangtua yang aku rasakan sampai sekarang ini.
Mungkin perasaan itu yang membuat Rara tidak pernah iri dengan kehidupan teman-temannya yang berkecukupan bahkan terkesan mewah. Karena apa yang mereka inginkan serba ada, tidak seperti kehidupan Rara apabila ia menginginkan sesuatu ia harus bekerja keras.
Suatu hari, ibu Rara sakit keras. Dia dan ayahnya kebingungan. Mereka harus berbuat apa dan bagaimana?
“Ayah, kita bawa ibu ke dokter saja yah?”
“Pakai apa kita membiayainya nak? Ayah tidak punya uang untuk membawa ibumu berobat nak?.”
Rara berlari menuju kamarnya, dia segera mengambil uang tabungannya. Sebelum Rara mengambil uang dari tempat di mana dia menyimpannya, dia merasa bimbang, karena uangnya ingin Rara pergunakan untuk masuk ke SMA yang dia impikan, namun di sisi lain Rara harus membawa ibunya untuk ke dokter.
Tanpa berfikir panjang, dia langsung bergegas mengambil uangnya.
“Ayo ayah, sekarang kita bawa ibu ke dokter!!! Rara ada uang yang Rara Tabung.”
“Tapi Ra, itu kan uang tabunganmu nak ayah yakin kamu menginginkan sesuatu dari uang yang kamu tabung itu bukan?”
jawab ayah.
“Tidak ayah!! Kita harus segara membawa ibu ke dokter ayah! Rara tak ingin melihat ibu sakit ayah, Rara pengin ibu sembuh!!!”
Akhirnya mereka membawa Ibu ke dokter untuk mengetahui keadaan ibu yang sebenarnya.
Malam harinya, Rara duduk terdiam dan menangis di teras depan rumahnya.
“Bagaimana Mungkin aku dapat melanjutkan ke jenjang SMA, sedangkan uangku sudah terpakai untuk berobat ibu.” Dalam hatinya dia berkata.
Ayah pun datang menghampiri Rara yang sedang duduk di teras depan rumah. “Ra, maafkan ayah… tak seharusnya kamu gunakan uangmu untuk berobat ibu, harusnya ayah yang membiayai itu…”
“Tidak ayah, ayah tidak perlu meminta maaf sama Rara, Rara anak ayah dan Rara anak ibu. Jadi kalau ada apa-apa dan Rara sanggup itu apapun akan Rara lakukan untuk ayah dan ibu…”
“Kamu memang baik nak, ayah bahagia punya anak sepertimu… terimakasih anakku..”
“Rara pengen Ayah dan Ibu ada di samping Rara kapanpun itu, saat Rara sedih ataupun Bahagia.”
Kini Ujian Nasional sudah di depan mata Rara. Dia mengikuti Ujian itu dengan baik. Empat hari telah berlalu, kini tinggal menunggu hasilnya.
Hari demi hari Rara jalani untuk memulung untuk mengumpulkan uang, untuk berobat ibunya. Dan di setiap hari-harinya dia selalu berdo’a agar dia LULUS dengan nilai yang memuaskan dan dapat melanjutkan ke SMA impiannya. Tidak lupa Rara selalu mendo’akan ibu dan bapaknya agar mereka senantiasa dalam keadaan sehat.
Tiba saatnya hari pengumuman kelulusan.
Dag… dig… dug jantung Rara berdebar debar. Air matanya mulai menghiasi wajahnya yang cantik jelita itu.
“Rara Eka Putri Cahyani”
Di panggillah namanya, saat dia membuka sebuah kertas yang tertera namannya dia dinyatakan Lulus dan nilainya pun sangat memuaskan.
Di samping itu Rara dinobatkan sebagai siswa terbaik di SMPnya.
Kini Rara tinggal melangkah ke SMA dengan mudah.
Tetapi apa yang terjadi? Rara menangis karena dia tidak punya biaya untuk masuk ke SMA yang impikan.
Rara memutuskan untuk pulang ke rumah, di sepanjang jalan dari sekolah sampai rumah Rara masih terus menangis. Dia melihat ibunya yang sedang duduk di teras rumah, Rara berlari memeluk ibunya.
“Rara, apa yang terjadi pada dirimu nak? Mengapa kau menangis seperti ini? Apa yang membuatmu menangis nak? Bagaimana dengan hasil Ujian yang kamu hadapi kemarin?”
“Bu.. ibu.. Rara mendapatkan nilai yang sangat bagus dan memuaskan ibu, Rara pun dinobatkan sebagai siswa terbaik di sekolah bu.”
“Ibu bahagia mendengarnya nak, kamu memang anak ibu yang baik, pandai dan cantik. Anak ibu yang sangat ibu sayang. Lalu apa yang membuat anak ibu yang cantik ini menangis?”
“Rara menangis, karena Rara ingin melanjutkan sekolah Rara di SMA yang Rara impikan bu, tapi itu tidak terwujud.”
“Bacalah ini anakku, siapa tau ini dapat membuatmu tersenyum kembali.”
Ibu menyerahkan surat kepada Rara. Setelah Rara membacanya raut wajahnya kini berubah menjadi kebahagiaan, membuat wajah cantiknya semakin terlihat.
“Ibu.. ibu.. Rara tidak mimpikan? Ibu apa ini benar?”
Ibu hanya tersentum untuk Rara.
“Ikutlah tes seleksi beasiswa di SMA harapanmu itu nak, ibu yakin kamu pasti bisa. Ibu ingin melihatmu sukses, dan ingin melihatmu meraih cita-cita yang kamu inginkan anakku.”
Dengan penuh yakin dan semangat Rara akan membuktikan bahwa dia bisa, dan dia dapat mengabulkan permohonan ibunya.
Keesokan harinya, Rara bersiap siap untuk bergegas menuju ke SMA, untuk mengikuti tes seleksi.
“Ayah.. Ibu.. Rara berangkat, do’akan Rara supaya Rara lolos seleksi.”
Rara berpamitan dengan Ayah yang sedang makan dan dengan ibunya yang sedang berbaring.
“Iya nak, kami selalu berdoa untukmu. Hati-hati di jalan nak” ujar ibunya.
Rara pun tersenyum “Assalamu’alaikum” sambil berjalan ke depan rumah.
“wa’alaikumussalam.”
Sampai di SMA, ternyata ada teman kecil Rara yang orangtuanya telah sukses, mereka bertemu saat mereka akan memasuki ruangan Tes seleksi itu.
setelah beberapa jam mereka selesai mengerjakan tes itu, mereka keluar dari ruangan dan duduk mengobrol, bercanda. Namun saat mereka bercanda Rara tiba-tiba terdiam dan menghentikan candaannya. Zakia temen Rara heran melihat Rara “Ra, apa yang terjadi? Apa kamu sakit?”
Zakia betanya tanya, karena Zakia bingung mengapa tiba-tiba Rara terdiam seperti ini.
“Ki, perasaanku berubah menjadi tidak enak. Apa yang terjadi? Mungkinkah aku akan menangis setelah ini?”
“iya kamu akan menangis bahagia setelah kita melihat hasil tes itu, yakinlah kita lolos” Zakia menenangkan hati Rara.
“Ah kamu bisa aja Ki, tapi bukan itu yang aku maksud Ki”
“Lalu? Sudah Ra, jangan berfikiran yang gak-gak. Yakilah tidak ada apapun yang terjadi, keep smile Rara Temanku yang cantik jelita. Heheheh”
“Halah kamu Ki, bisa aja, heheheh”
Tak lama mereka bercanda dan mengobrol hasil tes seleksi di tempel di papan pengumuman sekolah.
Mereka segera beranjak menuju ke papan pengumuman itu. Dan ternyata mereka lolos seleksi dan mereka diterima di SMA itu. Mereka merasa sangat bahagia, mereka segera pulang untuk membawa kabar bahagia itu untuk keluarganya.
Mereka pun segera pulang ke rumah, untuk menyampaikan hasil tes seleksi itu.
Rara merasa sangat bahagia, dia telah memenuhi ucapan ibunya.
Ibu.. ibu.. Ayah.. ayah..!!!! Lihat ini.. apa yang aku bawa untuk ibu dan ayah.
Rara berlari menuju rumah, tetapi apalah yang terjadi, sesampainya di depan pintu, kebahagiaan Rara berubah menjadi duka.
Rara menjadi lemah tanpa daya, dia segera memeluk dan menangis di tubuh ibunya yang sudah tidak bernyawa lagi.
Kini Ibu Rara telah meninggalkan Rara dan Ayahnya.
Rara masih terus mengingat ucapan-ucapan terakhir dari ibunya.
Setelah kepergian ibunya Rara menjadi anak yang sangat pendiam dan jarang tersenyum.
Semangatnya mulai perlahan lahan turun dan patah. Dia selalu menangis saat dia teringat dengan sosok ibunya.
“Anakku yang cantik, apa yang terjadi dengan dirimu nak? Mengapa kini kau menjadi pendiam dan jarang tersenyum? Kemana anak ayah yang dulu selalu tersenyum?”
“Tapi ayah, ibu tak ada di sampingku. Bagaimana aku dapat tersenyum dan bersemangat?”
Rara pun mulai menangis lagi, dia memeluk ayahnya.
“Masih ada ayah di sini nak, yang selalu mendukungmu, yang selalu menyemangatimu. Ibumu ada di sampingmu, dia selalu mendampingimu mengerjar cita cita.”
Setelah mendengar perkataan ayahnya kini semangat Rara kembali lagi, dan Rara kini mulai tersenyum kembali.
Tak terasa sudah 3 tahun Rara SMA. Kini Ujian Nasional akan Rara hadapi.
Rara memang siswa yang sangat pandai. Dia sudah ditawarkan oleh dosen untuk masuk ke Perguruan Tinggi yang banyak diinginkan banyak orang.
setelah Lulus dari SMA, dia melanjutkan kuliah.
Di samping kuliah dia juga mulai belajar meniti karirnya sebagai pengusaha.
Kini perlahan-lahan dia mulai menjadi pengusaha yang sangat sukses walaupun dia masih kuliah. Dan kini dia mulai merubah kehidupan keluarganya berkat ketekunan, keuletan dan semangat yang dia perjuangkan.
Setelah Selesai kuliah kini dia benar-benar menjadi pengusaha yang sangat sukses.
Apa yang Rara cita-citakan telah terwujud semua.
Rara sangat bahagia karena dia dapat membuktikan dan memenuhi apa yang ibunya inginkan.
Ayah, ibu.. Kini aku menjadi pengusaha yang sangat sukses, dan cita citaku yang aku Impikan sejak aku SMP telah terwujud semua.

Cerpen Karangan: Yeni Aspriyani
Facebook: Ayyen Aspriani
“Udah! Kamu itu ternyata gak lebih dari seorang temen yang tega NUSUK sahabatnya dari BELAKANG! Aku benci sama kamu!” ucap seorang gadis bernama Ratu sweetthella
“Ya udah… percuma ya kita sahabatan lama tapi Cuma gara-gara masalah sepele kamu dengan gampangnya mutusin tali persahabatan kita” ucap gadis yang satunya lagi dengan nada yang penuh ketegaran sambil menahan tetesan air mata yang akan terjatuh.
“BODO!” Setelah berkata demikian Thella lalu pergi begitu saja
5 tahun kemudian..
“Udah ka.. gak perlu disesali lagi yang lalu biarlah berlalu.. kalau kalian diciptakan bersama, kalian pasti ketemu lagi kok” ucap Pramudina yang biasa disapa Dina itu kepada Eriska.
“Tapi Din.. gue nyesel banget. karena kebawa emosi, gue ngelepas dan ngebiarin dia pergi.. gue terlalu egois Din” sesalnya..
* Eriska dan Thellaadalah sepasang sahabat yang terkenal dengan kesolid’annya. Dimana ada Eriska disitu ada Thella, begitu juga sebaliknya. Banyak sekali teman-teman mereka merasa iri dengan persahabatan keduanya. Thella dan Eriska telah bersahabat dari sekolah dasar kelas 2. Tapi sayang… persahabatan mereka harus berakhir karena suatu hal. Sebulan sebelum mereka bertengkar.. Thella berkenalan dengan seorang cowo bernama Dicky M Prasetyo. Seorang pemuda pindahan dari SMP N 1 Bandung. Thella ternyata menaruh hati kepada Dicky.. tapi sayang, ternyata Dicky memilih untuk menyukai Eriska dan hanya menganggap Thella sebagai teman. Thella begitu emosi mendengar gosip Dicky berpacaran dengan Eriska. Akhirnya Thella memutuskan untuk memilih melanjutkan sekolah di Aussie dan tinggal bersama Omanya disana.*
“udah kalian pasti ketemu lagi kok..” hibur Dina
“ketemu gimana? Kita aja udah 5 tahun putus komunikasi. Aku gak pernah tau kabar apa-apa tentang dia. Sejak kejadian itu.”
“udah Ka.. setidaknya aku bakalan selalu sama kamu sampai kamu nemuin best friend kamu lagi” ucap Dina lalu mendekap hangat Eriska.
“makasih yaa Din..” balas Eriska lalu membalas dekapan hangat dari sahabatnya itu.
Pagi yang cerah, sepasang mata cantik milik gadis ini mengerjap karena kilau cahaya yang menembus gorden kamarnya yang berwarna kuning cerah.
“Permisi Non, ada surat buat non Eris” ucap bi minah, pembantu Eriska.
“ya udah bi.. taruh di meja aja. Eriska mau cuci muka dulu”
“baik non.”
Tak butuh waktu lama, Eriska keluar kamar mandi dengan wajah yang terlihat lebih segar.
“surat dari siapa ya ini? Kok gak ada namanya ya?” gumam Eriska heran ketika melihat sebuah surat pemberian dari bi minah tadi..
Dia pun membaca surat berwarna Kuning cerah, warna kesukaan Eriska.
“dear: Eriska..
Maaf kalau selama ini mawar begitu kejam..
Membiarkan durinya menusukmu..
Aku salah..
Tapi aku terlalu pengecut buat mengakuinya.. maafin mawar ya Ika
_Mawar Berduri_”
“Mawar berduri? Siapa ya? Kok unik banget puisinya.. duh siapa sih?” Tanya Eriska heran
“Dina!” teriak Eriska memanggil sahabatnya itu.
“waduh ni anak dateng-dateng malah teriak-teriak gini. Ada apa sih say?”
“hehe maaf say.. baca deh. Tadi pagi aku dapet surat ini. Dikasih sama bi minah. Tapi gak ada namanya” jelasnya lalu menyodorkan surat yang ia terima pagi tadi.
“masa sih? Sini, liat liat”
Dina pun membaca kata-kata yang ada dalam surat tersebut. “kayaknya orang ini pengen nyampein sesuatu kayak maaf atau apa deh Ka” pendapat Dina
“masa sih Din?”
“Iya. Gini dehh coba lo inget-inget dulu. Ya mungkin ada orang yang pernah berbuat salah ke elo mungkin” sambungnya lagi.
“Masuk akal gak kalau yang nulis ini Thella?” Tebaknya.
“Yaa bisa jadi” ujarnya singkat.
Keesokkan harinya saat Eriska dan Dina sedang bersantai di halaman rumah Eriska. Tiba-tiba bi minah datang membawa 2 gelas es lemon tea dan sepucuk surat bewarna kuning cerah.
“Ini non minumannya” ucap bi minah.
“makasih ya bi” ucap Dina sembari menerima es lemon tea.
“Oh ya non, tadi bibi nemu surat ini di depan pagar rumah..” ucap bi minah lalu menyerahkan surat yang ditemuinya tadi.
Ini adalah surat kesepuluh yang diterimanya selama sepuluh hari terakhir ini.
“makasih ya bi?”. Eriska dan Dina pun membuka dan segera membaca isi surat tersebut bersama-sama.
“Dear Eriska…
Hay ka apa kabar? Mawar ini begitu merindukanmu, kupu-kupu ku. Kira-kira, kupu-kupu itu mau gak menari bersama mawar lagi? Ya walaupun mawar tau kalau sayap kupu-kupu pernah terkoyak saat bersama mawar ini. Mawar harap kupu-kupu itu, mau ngeluangin waktu kamu sebentar aja buat Mawar. Mau gak? Kalau mau, hari ini, Mawar tunggu kupu-kupu di Restoran tempat biasa kupu-kupu datengin jam 8 malam ya. Bye kupu-kupu ku;)
_Mawar Berduri_”
Setelah selesai membaca isi surat tersebut, Dina dan Eriska pun berpandangan sejenak lalu kembali menatap kertas bewarna kuning cerah itu kembali.
“Gimana menurut lo Ka? Mau dateng?” Tanya Dina saat menyadari Eriska masih terpaku menatap isi surat tersebut.
Eriska mengangkat bahu dan berkata “Entahlah Din.. Aku bingung”
Dina tersenyum mendengar jawaban polos itu. “Apa lo gak mau tahu siapa orang yang nulis surat ini?”
“mau sih. Mau banget malah. Lo temeni gue ya Din.. plisss” mohonnya dengan tampang melas
“duh sorry banget ka.. tapi gue mau pergi sama Bisma. Ini kan malem minggu hehe sorry ya. Sorry banget..” tolak nya
“yaahh.. huupptt ya udah gapapa havefun ya sama Bisma nya”
“makasih say muachh” ucapnya lalu mencium pipi kanan Eriska dan berlari menjauh sebelum kena semprot oleh Eriska.
“Pramudinaaa.. ahh lo rese’ lo pikir gue cewe apaann?” rajuknya lalu segera mengejar Dina.
Sungguh sahabat yang lucu mereka.
** Kini hari sudah mulai gelap. Cahaya mentari yang sedari tadi menemani harus segera berpamitan dan berganti dengan cahaya rembulan yang menyejukkan hati. Kini Eriska tengah bersiap menuju tempat Restoran yang di tujukan oleh si penulis kertas tersebut.
Sebuah massage masuk membuatnya hampir mati karena kaget.
“From: well baweell Dina Bawell
Udah gak usah tegang.. lo udah kayak mau ketemu calon laki aja xoxox.. sukses ya jangan lupa bawain pesenan gue tadi okoko darling :* udah ya gue mau ketemu prince gue dulu bye”
Eriska tersenyum membaca pesan yang masuk dari sohibnya itu. Dia pun membalas pesan tersebut.
“To: well baweell Dina Bawell
Hahaha thanks ya bercandaan lo GAK LUCU hehehe.. iihh pesenan apaan? Mana sini duit lo dulu.. xoxox..” _send
“From: Well baweell Dina Bawell
Buseettt talangin dulu yyaa… aahh udah ahh gue mau jalan nih Bisma gue udah jemput.. bye Mot Lemot Rikaa :P”
“Sialan ni orang gue dikatain lemot :/ orang gue gak lemot kok.. tapi ya agak kurang nyambung dikit.. ehh sama aja ya ahh pokoknya gue bukan lemot!” dumelnya lalu menjejalkan hapenya ke dalam tas kuning mungilnya itu..
Kini Eriska telah berada di dalam Restoran Bintang. Saat memasukkin restoran tersebut, entah mengapa jantungnya kini berdetak lebih cepat seperti genderang mau perang
“Thella..” serunya saat melihat seorang gadis berparas cantik dengan tubuh yang ideal itu.
“Eriska..” ucap Thella kaget. “Jadi kamu yang nulis semua surat itu?” sambungnya..
“Surat? Surat apa?” Tanya Eriska tak mengerti..
“Hayy guys..” tiba-tiba terdengar suara seorang wanita.
Sontak Thella dan Eriska pun segera memandang ke arah cewe itu ternyata dia…
“DINA?!” ujar keduanya. Yang dipanggil sepertinya hanya cengar-cengir tak jelas
Eriska sepertinya terlihat bingung dengan semua ini “kamu kenal sama Dina, Thell?” tanyanya..
“Iyaa.. Dina itu temen SMA aku di Aussie tapi dia pindah ke Indonesia pas kelulusan” jelasnya. “Lo kenal sama dina juga?” tanyanya balik.
“Dina sahabat gue di kampus, Thell”
Mendengar kata sahabat, Thella hanya mendengus “Oh sahabat? Secepat itu lo cari sahabat pengganti gue Ris?”
“Bukan gitu Thell.. gue..”
“Thell.. udahlah jangan ngebohongi perasaan lo” kali ini dina angkat bicara setelah sedari tadi cengar-cengir gak jelas.
“Maksud lo apaan? Gue gak ngerti” ucapnya datar..
“Thell, lo inget? Lo pernah cerita tentang gimana menyesalnya lo pisah sama Eriska kan? Lo sebenarnya gak tega ninggalin Eriska di Indonesia. Gue ke Indonesia dengan 2 tujuan saat ninggalin elo di Aussie.. gue pengen ngeliat tanah air gue sekaligus nemuin sahabat lo. Syukurnya gue ketemu sama Eriska. Setelah gue tau kalau Eriska yang gue kenal ternyata adalah Eriska sahabat lo, gue meminta bantuan sama Bisma dan Reza serta Dicky, cowo yang pernah kalian perebutkan ternyata sepupu gue. Akhirnya hanya dengan cara ini yang terpikirkan oleh kami. Dan see? Kami berhasil mempersatukan kalian lagi” jelas Dina dengan panjang lebar
Terlihat butiran-butiran bening yang meluncur secara bebas ke 3 pasang gadis cantik tersebut..
“Thanks banget yya din” ucap Thella dan segera berhamburan dipelukan Dina..
“Gue juga mau ikut” dengan suara parau Eriska ikut bergabung dalam acara peluk-elukan itu
Ketiganya pun berpelukan erat. Tak perduli beberapa pasang mata haru turut bahagia memandangi mereka berpelukkan.
“Eittss.. kita-kita gak mau dipeluk nih? Kan kita bertiga ikut andil juga kale..”
Dina, Thella, dan Eriska melepas pelukkan dan segera melihat siapa orang yang berbicara sedemikian..
“Dicky?” Ucap Eriska seolah tak percaya.
“Hayy riss.. udah lama gak ketemu ya.. lo tetep cantik Ris” seketika itu juga wajah Eriska memanas karena malu..
“hmm.. Thell. Guee..”
“Udah Ris.. lo sama Dicky itu pasangan yang cocok. Lagian gue juga udah ada cowo kok. Dia Reza dan bentar lagi kita bakalan tunangan.. kalian dateng ya heheh” ucap Thella dengan malu-malu. Apalagi, saat Reza mendekat ke arah Thella lalu merangkul mesra pinggang dan mencium pucuk kepala Thella
Akhirnya persahabatan sejatilah yang membuat hari menjadi indah. Mereka berenam bercengkrama bersama. Bergurau, bercanda, dan tertawa ria saat menceritakan beberapa kejadian lucu.
Mungkin banyak orang yang akan iri dengan mereka. Bagaimana tidak? Mereka berenam bersahabat dan memiliki masing-masing kekasih dalam persahabtan itu. Ada Dicky-Eriska yang saling melepas rindu. Reza-Thella yang yang asik membahas pertunangan mereka. Dan ada pasangan yang paling jail Bisma-Dina yang selalu membuat setiap suasana diliputi canda tawa.
Ketiga pasangan muda-mudi ini terlihat sangat gembira. Mawar dan Kupu-kupu itu kini juga telah menari bersama-sama. Sang angin yang turut membantu kini tengah berdansa dengan rerumputan yang bergoyang olehnya..

Cerpen Karangan: Selvy Oktavia
Facebook: Selvyoktavia29[-at-]yahoo.com
Nama Lengkap : Selvy Oktavia
Nama Panggilan : Selvy / Vhii
Asal Kota : Palembang
TTL : Palembang, 6 Oktober 1996
Sekolah : SMK N 1 PLG
Sudah 5 bulan berlalu, kesedihanku belum juga terobati setelah aku putus dari pacarku Sandi dan sudah hampir 5 bulan juga aku tidak pulang ke kampung halamanku di Banten. Nah! karena kebetulan hari ini libur dan juga kebetulan ada dana aku memutuskan untuk pulang. Pulang juga bukan hanya sekedar pulang, aku pulang membawa sebuah harapan untuk bisa bertemu dengan Muji untuk memberikan sebuah kado ulang tahunnya yang sudah terlewat 4 bulan yang lalu.
Saat ini aku sedang duduk di dalam bus untuk memulai perjalanan ke kampung halamanku di Banten, hmmm tak sabar rasanya. Aku pun teringat saat-saat indah bersamanya, saat bertengkar dengannya bagiku juga indah. Aku itu sangat menyayanginya, entahlah! Entah apa yang membuat aku sangat menyayanginya sampai saat ini pun perasaanku ini tak berkurang sedikitpun, walaupun semua harus berakhir dengan kesedihan di pihakku karena dia lebih memilih Vina cewek asli Tanggerang. Hmmmm… menyakitkan, apalagi hubungan itu sudah terjalin sebelum Muji bertemu denganku. Ya mungkin aku tak pantas untuknya, karena aku memang egois sedangkan wanita itu begitu pengertian. Air mata pun menetes, seorang pemuda yang duduk di sampingku memberikanku sehelai tisu “Nih! Usap air matamu” ucap lelaki itu.
“Terimakasih” jawabku
“Aku paling gak suka melihat wanita menangis” Ucapnya
“Ya udah! Aku pindah kursi aja” Ucapku sambil berdiri dari tempat duduk dan tiba-tiba bus itu berhenti membuat aku terbanting lagi ke tempat dudukku, aku pun menjerit “aaarrrgghhh”
“Mau pindah ke mana? Semua pada penuh” Ucap lelaki itu dengan sinis
Aku pun berpikir sejenak “oh iya yah, kan dari tadi belum ada yang turun” ucapku
“Aku tau apa yang kamu pikirkan” ucap lelaki itu
“Emang apa?” tanyaku
“hmmm… kamu memikirkan seorang lelaki kan?”
“Enggak juga ah” aku berusaha mengelak
“Jangan mengelak, aku bisa membaca pikiran orang tau” ucapnya sambil nyengeh
Aku pun menatap wajahnya dengan sinis “ayayayaya…. masa sih? Coba tebak.”
“Seperti apa yang aku bilang tadi, kamu itu lagi mikirin seorang cowok, ia itu mantan kamu. Bener gak?”
“Bener sih” jawabku pasrah
“jangan terlalu dipikirin, jodoh itu gak bakalan kemana, mungkin dia lagi terjebak, lagi tergoda oleh orang lain. Kalau misalkan dia jodoh kamu, pasti dia akan kembali”
Aku pun kembali dalam lamunanku yang semakiiin panjang dan akhirnya aku tertidur.
“Hey bangun!!! udah nyampe nih” ucap seorang lelaki itu yang duduk di sebelahku.
Aku pun terbangun dan aku tak percaya dengan apa yang ia katakan, tapi saat aku melihat suasananya memang sudah berada di terminal. Aku beranjak dari tempat dudukku dengan membawa barang-barangku, sebuah boneka besar dan sebungkus kado.
Aku memilih untuk naik angkot jurusan yang langsung menuju alun-alun, karena disana belahan hatiku sudah menunggu. Berselang satu jam aku sampai di tempat tujuan, baru saja turun dari angkot ia sudah terlihat sedang duduk di tempat biasa, bahkan di tempat dimana ia mamutuskanku.
Aku menghampirinya “Hay!” sapaku. Tetapi, ia malah menatapku dengan aneh yang membuatku salah tingkah.
“kenapa? Ada yang aneh?” tanyaku
Tiba-tiba ia memelukku dengan begitu erat “Maafin aku ya” ucapnya sambil melepaskan pelukannya dan duduk kembali.
“Kamu kenapa sih? Kok tiba-tiba minta maaf?” tanyaku dengan penuh penasaran
Ia tersenyum kepadaku “Aku putus sama vina?”
Aku terkejut, tak bisa berkata-kata.
“Dia selingkuh” ucapnya dengan wajah yang memelas
“Apa? selingkuh?”
“Iya, mungkin ini karma dari kamu” ucapnya, seolah olah ia menyesal apa yang ia pilih selama ini.
Aku jongkok di depannya, “sudah jangan sedih” ucapku sambil mengeluarkan sebuah kado untuknya “nih” ucapku sambil menyodorkan kado itu.
“Apa ini?” tanyanya
“Itu kado ultah buat kamu, maaf ya telat ngasihnya”
Ia tersenyum dan membelai rambutku dan ia berkata “aku sayang kamu Ran! Saat-saat kamu tersakiti pun kamu masih ingat sama orang yang menyakitimu”.
Aku hanya membalasnya dengan senyuman.
“Kamu masih sayang gak sama aku?” tanya Muji
Aku mengagguk dan berkata “Jujur saja, dari awal hubungan hingga akhirnya putus dan sampai kita bertemu di tempat ini perasaanku belum berkurang sedikit pun”
“Rani, kamu mau gak kembali menjadi kekasihku?”
Sungguh terharu mendengarnya hingga membuat air mataku kembali menetes.
“Kenapa kamu nangis?”
“Terharuuu!!!, Aku mau kok a menjadi kekasihmu lagi” jawabku
“Tapi kamu gak akan menyesal kan?”
“Aku gak pernah menyesal kok”
Kami pun kembali menjadi sepasang kekasih dan aku tidak akan menyianyikannya seperti ia yang tak akan menyianyikanku lagi.

Cerpen Karangan: Yani Maryani
Blog: http://ucuyhani.blogspot.com
Tempat Tanggal Lahir: Ciamis, 24 Agustus 1994
Pagi ini aku berkeliling di daerah tempat tinggalku dengan berjalan kaki. Tak lupa kubawa laptop yang selalu menemaniku kemanapun aku pergi. Aku lebih suka menggunakan laptop dari pada tablet yang kata semua orang lebih canggih dari pada laptop. Kulihat sekelilingku. Hijau. Semuanya tertutupi rumput, dan jauh di depan sana ada hutan pinus yang biasa digunakan orang-orang daerah situ bertamasya. Aku pun memutuskan untuk ke hutan itu. Dan benar saja, disana sangatlah ramai, walaupun cuaca sangat dingin, namun semua orang duduk di bangku kayu yang terletak di antara pohon pinus. Tak ada bangku yang kosong di sekitarku, semuanya terisi. Namun ada satu bangku yang letaknya paling jauh dan tak ada yang duduk disana. Kuletakkan tasku, lalu aku duduk dibangku yang dingin itu.

Pemandangan disana masih asri, belum ada campur tangan manusia, atau mungkin dibuat sedemikian rupa agar tidak merusak bentuk aslinya. Kupejamkan mata, mencari ide untuk cerita dalam novelku selanjutnya hingga semuanya buyar karena seorang laki-laki duduk disampingku. Dia membawa ransel dan koper yang diletakkan disamping kakinya. Nafasnya terengah-engah, sepertinya dia berjalan cukup jauh untuk dapat ke hutan pinus ini. Kuberikan air mineralku yang kubawa dari rumah padanya. Dia menerima dan langsung meminumnya setelah mengatakan terimakasih sambil melemparkan senyumannya yang sangat ramah. “Aku Ryuhan, kamu?” Katanya sambil melihat kedepan. Aku merasa aneh dengan namanya, Ryuhan? Belum pernah aku bertemu dengan orang yang memiliki nama seaneh itu. “Naila,,” selanjutnya dia menceritakan bagaimana dia sampai disini, dan apa tujuannya kesini. “Jadi kamu mau berlibur aja?” tanyaku mengulang penjelasannya yang mengatakan dia datang hanya untuk berlibur. “Ya, kamu tau hotel paling dekat daerah sini?” Tanyanya. Mana ada hotel di daerah perbukitan yang belum sering didatangi orang, kataku dalam hati. “Kamu bisa tinggal dirumahku kalau kamu mau.” Kataku tanpa berpikir panjang. Entah apa alasannya aku menawarkan hal semacam itu, walaupun wajahnya tampan, tapi dia tidak jauh lebih tinggi dariku, paling-paling dia memiliki tinggi badan 165cm, itu terlalu pendek untuk ukuran laki-laki, dan aku tidak tertarik padanya.

Dia mengikutiku dari belakang, kubukakan pintu rumahku dan mempersilakan dia masuk serta duduk di sofa ruang tamu. Kepalanya mendongak, melihat kesana-kemari, sepertinya dia menyukai rumahku ini. “Kamu bisa tinggal dilantai atas, anggap saja ini rumahmu, tapi ada hal yang harus kamu patuhi.” “Apa?” Tanyanya sambil menegapkan tubuhnya. “Jangan ganggu aku, jangan buat rumahku kotor.” Dia hanya mengangguk mendengar penjelasanku.

Ini adalah hari ketiga dia tinggal dirumahku, masih 17 hari lagi dia tinggal serumah denganku, selama tinggal dirumahku, tidak pernah sedikitpun dia menggangguku, dia selalu memasakkanku sarapan, dan selalu makan masakkanku yang kadang terlalu asin tanpa komplain sedikitpun. Dia teman yang baik, sangat baik. “Naila.. oleh aku pinjam mobilmu? Aku perlu ke swalayan membeli beberapa hal yang aku butuhkan, atau kamu mau ikut?” Aku langsung mengiyakan ajakannya. Kami berbelanja malam itu, layaknya sepasang kekasih, kami berjalan berdampingan, dia mendorong troli penuh dengan barang kami berdua dan tiba-tiba.. “Ryuhaaan!!” Seorang perempuan berjalan kearah kami. Kulihat Ryuhan tersenyum lebar. “Mayaa…” Katanya kemudian. Keduanya saling berpelukkan dihadapanku, tentu saja aku tidak cemburu, tapi berpelukan seperti ini di swalayan bukankah sangat keterlaluan dan berlebihan? Ryuhan memperkenalkan perempuan itu, temannya kuliah dulu katanya. Selama berada di swalayan perempuan itu menggandeng tangan Ryuhan. Dari situ aku yakin mereka lebih dari seorang teman.
Aku keluar dari kamar dan melihat Ryuhan sudah berpakaian rapi “Aku mau makan malam sama Maya, kamu mau ikut?” Yang benar saja, aku ikut ke acara mereka? Bukankah itu akan menjadikanku lelucon? Dengan cepat aku mengatakan “Aku mau pergi juga.” Entah kemana aku harus pergi malam itu, yang pasti aku pergi dulu sebelum Ryuhan. Kuinjak gas mobilku dan meluncur pergi jauh dari daerah tempat tinggalku. Kuhentikan mobilku didepan dessert cafe, kupesan hot chocolate dan cheese cake. Aku mulai sadar bahwa sudah lama aku tak menyentuh laptopku, sejak Ryuhan tinggal bersamaku. Tapi sayang, aku lupa membawanya malam ini. “Ryu, duduk sini!” Kata seorang perempuan yang aku kenal jelas itu Maya, ku putar posisi dudukku membelakangi mereka yang duduk tepat di disampingku. Bagaimana bisa mereka pergi ketempat sejauh ini? Pikirku. Aku melihat semua yang mereka lakukan melalui kaca yang ada di depanku, sambil terkadang kutundukkan kepalaku. Tak sengaja aku melihat Maya menyodorkan sesendok puding berwarna hijau kepada Ryuhan, dengan malu-malu Ryuhan pun memakannya, tiba-tiba aku merasa sebal melihat Maya yang sedang bersama Ryuhan malam itu. Ada sepercik api yang menciprat tepat di dadaku, panas, atau cemburu kah yang aku rasakan ini? Aku segera membayar tagihan makan malamku, lalu pergi keluar lewat pintu belakang cafe. Aku yakin mereka tidak melihatku.

Halaman belakang adalah tempat yang pas untuk bersantai, apalagi aku bisa melihat gunung dari halaman belakang rumahku ini. Sambil menikmati secangkir teh vanila aku duduk di ayunan kayu sambil mendendangkan lagu kesukaanku “Wise men say only fools rush in
But I can’t help….” “Falling in love with you” Sahut Ryuhan. Aku hanya diam, entah mengapa sejak aku melihat Maya dan Ryuhan makan malam beberapa hari lalu, aku selalu menjauh dari Ryuhan. Dia duduk disampingku. “Kamu kenapa sih?” tanyanya padaku, aku hanya tersenyum kecil sambil mengangkat bahuku. Kami hanya diam sepanjang sore itu.
Tubuhku menggigil, badanku terasa panas, namun yang aku rasakan adalah dingin. Selimut tebal menyelimuti tubuhku yang sudah tak berdaya ini, Ryuhan menemaniku, dia duduk di samping tempat tidurku, sambil sesekali menanyakan apa yang aku inginkan. Aku benar-benar tak dapat melakukan apapun, lemas, dan pusing mengambil alih tubuhku. Sepanjang hari aku hanya tidur. Kubuka mataku perlahan, pusing sudah pergi dari tubuhku, demam juga sudah mereda, Ryuhan tertidur di lantai bawah sambil meringkuk. Kulihat wajahnya dengan seksama, alisnya, matanya yang terpejam, hidungnya, mulutnya, bibirnya, aku merekam semuanya dalam otakku. Tampan, itu kata yang pas untuk menyimpulkan apa yang aku lihat. Tiba-tiba dia membuka matanya, dan aku terkesiap. “Ah..sudah gak panas lagi,, “ katanya sambil memegang keningku “Kamu mau makan apa?” Aku hanya menggeleng, ku geserkan tubuhku sedikit ke kanan “Sini..” kataku sambil menepuk-nepuk tempat tidurku, diapun duduk di sampingku. Kupegang tangannya, raut wajahnya berubah, dia hanya diam dan kaget tentu saja. Cepet-cepat kulepaskan genggaman tanganku, tapi belum sempat tanganku ini pergi dari tangannya, dia sudah menarik tanganku kembali. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan, aku juga tak tahu apa yang aku pikirkan sampai bisa memegang tangannya. “Jangan marah lagi.” Katanya, darimana dia tahu aku marah padanya? “Kamu diam karena kamu marah sama aku kan? Karena aku dekat dengan Maya kan?” tanyanya yang membuat jantungku berdebar dan sedikit malu. Aku hanya mengangguk, ah bagaimana bisa aku mengangguk? Itu tandanya aku cemburu, aku tak ingin dia tahu aku cemburu. Ryuhan tersenyum lalu berkata “Dia sahabatku sejak SMA, aku gak akan berpacaran dengannya.” Lega rasanya mendengar itu dari Ryuhan.

“Lusa aku pulang, kapan-kapan kalau ada waktu aku akan mengunjungimu lagi Nay.” Aku mengangguk pelan, aku bisa membayangkan sepinya tinggal dirumah ini tanpa ada Ryuhan. “Boleh aku tanya sesuatu sama kamu?” Aku mengangguk mendengarnya. “Kamu suka aku?” mataku terbelalak mendengar pertanyaannya, dan aku tertawa. Haruskah aku bilang “Ya” padanya, masuk akalkah jika aku menyukai laki-laki yang baru aku kenal dalam waktu kurang dari satu bulan? “I dont know” Jawabku. Lalu Ryuhan mendekatiku dan berkata “I LOVE YOU TOO” aku tersenyum mendengarnya, mungkin aku benar-benar gila menyukai pria ini, tapi tak apa, bukan hanya aku yang gila. Akhirnya akupun memutuskan untuk ikut pergi dengannya pulang kerumah Ryuhan di negeri seberang.

Cerpen Karangan: bellinda_shakti
twitter : @bellindaamelia

Popular Posts

Categories

Diberdayakan oleh Blogger.

Kirim Cerita